Sekarang, Banyak Sarjana dan Profesor Malah Jadi Koruptor!

KOMPAS.com � Berawal dari kekecewaannya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, Syahrial Yusuf terdorong mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I). Dengan menanamkan pendidikan karakter dan soft skill, target pencapaian lembaga pendidikan itu adalah mencetak 99 persen lulusan yang siap bekerja dan membuka lapangan kerja.
Sebagai seorang enterpreneur di bidang pendidikan, Syahrial mengaku memiliki tanggung jawab moral menciptakan tenaga kerja yang siap diserap oleh beragam industri atau mendidik calon-calon entrepreneur muda lainnya untuk siap berbisnis. Ia tak mau lembaga pendidikan hanya fokus di bidang pendidikan, tetapi harus menghasilkan lulusan terampil, siap kerja, dan menjadi seorang entrepreneur. Untuk itulah, ia sangat menekankan bukan hanya hard skill diberikan kepada mahasiswa, melainkan juga soft skill.
"Saya setuju. Bagus sekali kalau pendidikan karakter itu masuk ke dalam kurikulum. Selama ini, pendidikan karakter belum masuk benar ke peserta didik," ujar Syahrial kepada Kompas.com, Jumat (25/10/2013) lalu.
Syahrial mengakui, pendidikan karakter sangat penting untuk membentuk kepribadian seorang mahasiswa. Selain itu, para pendidik, terutama dosen, sebagai pembawa materi juga harus mengerti apa yang ia sampaikan.
"Kalau tidak, pendidikan karakter itu sendiri tidak akan tercapai," katanya.
Dia mengatakan, penerapan pendidikan karakter cenderung penting pada tiga mata pelajaran.
"Yang pertama adalah, kalau di Jepang disebutnya dengan Spirit Bushido, tapi di Indonesia saya menyebutnya Spirit of Kerja Keras Islam. Saya menerapkan pada anak-anak peserta saya bahwa dengan bekerja keras berarti telah menjalankan salah satu etos itu," ujarnya.
Kedua, lanjut Syahrial, kewirausahaan. Menurutnya, karakter sebagai seorang wirausaha adalah tidak perlu menyalahkan orang lain, tetapi selalu berkaca dan menyalahkan diri sendiri untuk memperbaiki diri ke depannya.
"Mengapa kita bisa gagal? Mengapa kita tidak bisa meraih yang kita inginkan? Berkacalah pada diri kita sendiri dan jadilah wirausahawan yang selalu berpikir positif," ujarnya.
Ketiga, pada pengembangan kepribadian. Menurutnya, pendidikan karakter perlu mengarahkan mahasiswa untuk memiliki mimpi dan menggapai mimpi mereka.
"Di sini kami sudah menerapkannya, yaitu untuk pelajaran pengembangan kepribadian, itu di semester pertama. Kalau Etos Kerja Keras Islam belum begitu digodok. Tapi, sudah ada mentoring agama di masjid kita di sini," paparnya.
Jadilah pengusaha
Saat ini LP3I telah melebarkan sayap dengan memiliki 48 lokasi kampus di seluruh Indonesia. Target pencapaian lembaga pendidikan itu dengan mencetak 99 persen lulusan yang langsung mendapatkan tempat untuk bekerja.
Syahrial mengatakan, untuk menghadapi persaingan global, institusi pendidikan Indonesia tidak sepenuhnya siap. Sebagai Wakil Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, ia berani menyatakan bahwa di hampir semua lini di sektor pendidikan Indonesia serba kekurangan, mulai dari dosen, kurikulum, dan sistem.
"Pendidikan kita itu tidak pernah diperhatikan pemerintah. Fakultas Ekonomi di Australia sudah ada 12 jurusan, di Universitas Gadjah Mada cuma tiga jurusan. Di Australia sudah ada jurusan Perdagangan, Ekonomi Asia Pasifik, Ekonomi Timur Tengah, dan Ekonomi Asia. Jadi, jauh sekali kalau mau dibandingkan," ujarnya.
Syahrial mengaku, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh masih lebih banyak mengulas filosofis pendidikan. Dia mengatakan, sudah seharusnya Mendikbud mengulas bagaimana pendidikan mengarah untuk pembangunan era global sehingga benar-benar lebih menggali kesiapan sumber daya manusia (SDM) untuk Indonesia di kancah global.
"Termasuk untuk menyambut ASEAN Free Trade 2015. Kita belum ada konsep sama sekali menghadapi ASEAN Free Trade Area. Tak ada guidance dan motivasi dari mereka (Kemendikbud). Malaysia saja sudah berulang kali menyelenggarakan Malaysia Goes to 2015. Jadi, dapat terbayang, apa yang dapat kita lakukan nanti. Kalau seperti sekarang, ya kita repot," katanya.
"Sekarang hasilnya sarjana dan profesor malah jadi koruptor. Sudah jelas profesor itu ilmunya tinggi sekali. Tapi, kalau mau jadi kaya, ya harus jadi pengusaha, bukan jadi pejabat dan terus korupsi. Sekarang kita cuma jadi pembantu di negara lain, enggak jadi tuan rumah lagi," tambahnya.
Syahrial berharap, ke depan pendidikan karakter benar-benar diperkuat sejak SD. Hal itu harus didukung kuat dengan menomorsatukan pendidikan agama.
"Tidak hanya Islam, tapi semua agama. Saat saya berkunjung ke Jepang, ada dompet jatuh di kereta, masih utuh dompetnya sampai keesokan harinya. Kenapa, karena di Jepang ditumbuhkan sebuah budaya yang baik dan diajarkan keimanan yang baik pula. Apabila mengambil yang bukan milik kita, ya berdosa. Walaupun saya enggak kaya banget, buat apa masuk neraka karena makan uang rakyat. Hidup itu bukan hanya di dunia!" ucapnya.
Berantas pengangguran
Tak cukup mengembangkan LP3I, di ultah perak LP3I tahun ini Syahrial membangun Syahrial Center demi mendukung kemauan kerasnya, yaitu menanamkan pendidikan karakter dan soft skill pada masyarakat. Tujuannya cuma satu, memberantas pengangguran.
Sebagai program corporate social responsibility (CSR) dari lembaga pendidikan yang didirikannya itu, salah satu kegiatan Syahrial Center adalah memberi Pelatihan Spiritual Entrepreneurship Quotient (SEQ) gratis bagi warga, yang baru-baru ini dilaksanakan di Depok. Ia berkeras, pelatihan SEQ ini mampu menggugah dan membangun karakter masyarakat yang hingga kini banyak tergerus dalam praktik-praktik kemunduran moral.
"Seperti berbohong yang sudah menjadi kebiasaan, monopoli usaha, hingga praktik korupsi yang semakin banyak terkuak. Semangat untuk mengubah diri itulah yang perlu kita kuatkan dulu di masyarakat," ujarnya.
Seperti kepada para mahasiswanya, Syahrial juga menegaskan kepada warga bahwa untuk menjadi seorang pengusaha haruslah memiliki mental pemimpin, pandai memotivasi, berpikir positif, mampu membangun etos kerja dan keberanian serta keyakinan diri untuk selalu positif memandang masalah dan mampu memecahkan masalah.
"Kesuksesan bukan sebuah keberuntungan, tapi dibangun melalui visi dan misi," ucapnya.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Seorang petani mempunyai 12 (dua belas) bidang tanah, dari hasil penelitian ahli pertanian tanah petani bidang yang ke 9 (sembilan) sangat subur sekali, apabila diolah atau ditanami dengan apa saja akan berlipat ganda hasilnya, kalau dibandingkan dengan bidang tanah-tanah yang lain. Maka kalau petani itu tidak mau mengolah tanah pada bidang yang nomor sembilan secara optimal, tentu petani itu seorang yang bodoh, seorang yang membuang kesempatan untuk mendapat keuntungan yang berlipat ganda.
Begitu juga kita umat Islam yang mempunyai 12 (dua belas) bulan, mulai dari bulan Muharam - Safar - Rabiul awal - Rabiul tsani - Jumadil awal - Jumadil tsani - Rajab - Sha`ban - Ramadhan(bulan ke 9) - Syawwal - Zulqo`idah - Zulhijah. Bulan yang kesembilan (Ramadhan) adalah bulan yang sangat utama, bulan penghulu segala bulan, Hadis nabi "Bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, dan hari yang utama adalah hari Jumat. Selanjutnya nabi bersabda" Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan yang penuh berkah, pada bulan itu Allah swt memberikan naungan-Nya kepada kalian. Dia turunkan rahmat-Nya, Dia hapuskan kesalahan-kesalahan (dosa-dosa), dan dia kabulkan do`a, pada bulan itu Allah swt akan melihat kalian berpacu melakukan kebaikan. Para malaikat berbangga dengan kalian, dan perlihatkanlah kebaikan diri kalian kepada Allah. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu tidak mendapat Rahmat Allah swt". (Riwayat Ath-Thabrani)
Diantara keutamaan bulan Ramadhan adalah :

1. Bulan Tarbiyah untuk mencapai taqwa
"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (Alquran- surat Al Baqarah ayat 183)
2. Bulan diturunkannya Alqur`an
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alqur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)......(Alqur`an - surat Al Baqarah ayat 185)

3. Bulan ampunan dosa

Barang siapa yang melakukan ibadah di malam hari bulan Ramadhan, karena iman dan mengharapkan ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni. (Muttafaqun `alaih)

4. Bulan dilipat gandakannya amal sholeh

Khutbah Rasululah saw pada akhir bulan Sa`ban "Hai manusia, bulan yang agung, bulan yang penuh berkah telah menaung. Bulan yang didalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang padanya Allah mewajibkan berpuasa. Qiyamullail disunnahkan. Barang siapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan suatu kewajiban padabulan itu,nilainya sama dengan tujuh puluh kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan (Hadis- riwayat Bukhori-Muslim).

5. Bulan Ramadhan adalah bulan sabar, sabar itu balasannya syurga.

6. Bulan Ramadhan bulan ditambahkannya rizqi orang mukmin

Barangsiapa yang memberikan untuk berbuka kepada seorang yang berpuasa, balasannya adalah ampunan terhadap dosa-dosanya, dirinya dibebaskan dari neraka, dan dia mendapat pahala sebesar pahala yang didapat orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang tersebut.

7. Bulan Ramadhan awalnya rahmat, tengahnya ampunan dan ahirnya pembebasan dari neraka.

"Apabila masuk bulan Ramadhan dibuka pintu rahmat (kasih sayang) dan ditutup pintu jahanam dan setan-setan dibelenggu (Hadis riwayat Ahmad),
Oleh karena itu mari kita mendirikan bulan Ramadhan dengan segala amaliah penuh keimanan dan ikhlas mencari ridho Allah. Jangan kita lewatkan momentum bulan yang kesembilan ini yang penuh rahmat, berkah, pahala dan ampunan.

Cara pembayaran zakat

Kewajiban muzakki dalam membayar zakat adalah :
  1. Berniat untuk membayar zakat
  2. Menghitung semua kekayaan yang wajib dizakati
  3. Membayarkan zakat kepada Badan Amil Zakat
  4. Meminta doa dari petugas penerima zakat di Badan Amil Zakat
Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang terbukti mempunyai hubungan nasab (darah) dengan Nabi saw. karena mereka memiliki sumber pemasukan lain dalam syariat Islam, yaitu dari seperlima harta rampasan perang.
Zakat tidak boleh dibayar kepada orang yang wajib dinafkahi oleh si pembayar zakat. Zakat tidak boleh dibayar kepada selain orang muslim kecuali yang dikhususkan untuk jatah golongan orang-orang mualaf.
Mentransfer Zakat Keluar Daerah Pemungutan
Walaupun zakat merupakan salah satu dasar terciptanya solidaritas sosial di seluruh wilayah negara Islam dan juga sebagai sumber dana untuk dakwah dan usaha mempekenalkan hakikat ajaran Islam selain untuk membantu para tentara yang berjuang merebut kemerdekaan negeri Islam namun telah menjadi ketentuan pokok berdasarkan hadis dan sunah para khulafaurrasyidin untuk memulai menyalurkan harta zakat itu kepada orang-orang mustahik yang ada di dalam wilayah pemungutannya. Kemudian sisanya baru dialihkan ke wilayah lain kecuali bila terjadi musibah kelaparan, bencana alam atau kebutuhan yang sangat mendesak, maka ketika itu zakat boleh dialihkan kepada yang lebih membutuhkan. Prinsip ini dapat diterapkan pada tingkat perorangan maupun kelompok masyarakat.
Pengalihan zakat dari suatu wilayah ke wilayah lain itu berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut ini:
Pada dasarnya zakat disalurkan di tempat harta yang dizakati, bukan di tempat si pembayar zakat sehingga harta itu boleh dialihkan dari tempatnya untuk kemaslahatan yang lebih besar.
Di antara maslahat pengalihan zakat itu adalah:
  • Dialihkan ke wilayah-wilayah tempat terjadinya perang fisabilillah.
  • Dialihkan ke lembaga-lembaga dakwah dan pendidikan maupun pusat kesehatan yang termasuk delapan golongan yang berhak menerima zakat.
  • Dialihkan ke negara-negara Islam manapun yang mengalami musibah kelaparan dan bencana alam.
  • Dialihkan ke kaum kerabat si pembayar zakat yang berhak menerima zakat (mustahik).

    Mengalihkan zakat keluar wilayah pemungutan selain dalam kondisi yang disebutkan di atas tidak menghalangi sahnya pembayaran zakat tetapi makruh dengan syarat harta itu tetap disalurkan kepada orang-orang di antara delapan kelompok masyarakat yang mustahik.
    Yang dimaksud dengan daerah pemungutan zakat ialah daerah tempat zakat itu dipungut dan negeri-negeri lain yang ada di sekitarnya yang jauhnya kurang dari jarak salat kasar (kurang lebih 82 kilometer) karena hal itu dianggap termasuk wilayah satu negeri.
Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan dalam pengalihan harta zakat:
  • Mempercepat pembayaran zakat sebelum akhir haul, selama masa waktu yang dibutuhkan untuk pendistribusian zakat tersebut kepada mustahik, terhitung mulai dari haul itu sempurna jika harta itu telah memenuhi syarat wajib.
  • Menunda pembayaran selama masa waktu yang dibutuhkan untuk mengalihkan zakat tersebut.
Zakat Dan Pajak
Pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah tidak bisa dijadikan sebagai pembayaran zakat karena perbedaan yang terdapat antara keduanya. Seperti perbedaan pihak yang mewajibkan, tujuan, jenis harta, volume yang wajib dibayar serta penyalurannya.
Pajak tidak boleh dipotong dari volume zakat yang wajib dibayar tetapi dari total jumlah harta yang terkena kewajiban zakat. Pajak yang harus dibayar kepada pemerintah selama haul dan belum dibayar sebelum haul, dipotong dari harta yang harus dizakati tersebut karena termasuk kewajiban yang harus dilunasi.

Peraturan pajak seharusnya disesuaikan sehingga memungkinkan pengambilan volume zakat yang wajib dikeluarkan dari volume pajak untuk memudahkan mereka yang membayar zakat tanpa batas selama yang bersangkutan dapat mengajukan bukti yang kuat bahwa ia telah membayar zakat.Mewajibkan pajak solidaritas sosial atas penduduk non muslim di negara Islam sebesar volume zakat sebagai sumber dana untuk menciptakan solidaritas sosial secara umum yang mencakup seluruh rakyat yang hidup di negara Islam.(Sumber: Baznas)

Pendidikan Islam dan Pembangunan Masyarakat Relijius

Memahami konteks pendidikan Islam di Indonesia tidak cukup hanya dengan melihat bahwa pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional. Akan tetapi, pendidikan Islam juga sekaligus sebagai entitas tersendiri yang memiliki tradisi dan kultur akademik yang berbeda dengan karakteristik pendidikan pada umumnya. Di antara ciri substantifnya adalah, bahwa pendidikan Islam dibangun atas dasar kesadaran dan keyakinan umat Islam untuk menjadi pribadi muslim yang taat (`abdullah, khalifah fi al-ard). Maka, wajar jika pengetahuan dan wawasan keislaman merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seluruh umat Islam. Kesadaran semacam ini lalu menjadi èlan vital di kalangan pemimpin agama yang secara mandiri memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan Islam di tengah masyarakat, baik secara individual maupun kolektif-kolegial (organisasi keagamaan, al-jam`iyah al-diniyah).

Pondok (Arab: funduk) atau pesantren merupakan embrio paling genuine atas dimulainya tradisi pendidikan Islam di Indonesia. Bentuk tradisional dari pendidikan Islam tersebut hingga sekarang memang masih bertahan, meskipun secara terus menerus dan massif tergerus oleh modernisasi, globalisasi, bahkan kapitalisasi pendidikan yang melanda dewasa ini. Namun demikian, sesungguhnya yang paling mengkhawatirkan dari transformasi pendidikan Islam ini bukan semata-mata pada aspek kelembagaannya, melainkan pada semakin surutnya nilai-nilai adi luhung yang menjadi urat nadi pendidikan Islam di Indonesia. Akibat buruk yang paling tidak menguntungkan secara institusional bagi keberadaan pendidikan Islam adalah pudarnya nilai-nilai kemandirian dan keikhlasan dalam penyelenggaraan pendidikan oleh para pemuka agama. Sementara di sisi lain, pergeseran orientasi terhadap institusi pendidikan semakin menjurus pada proses fabrikasi yang hanya akan melahirkan manusia-manusia robot tanpa nilai dan kering dari moralitas agama.

Kekhawatiran semacam itu tentu tidak terlalu berlebihan, mengingat sekarang ini ekspektasi masyarakat terhadap sistem pendidikan yang ada lebih berkecenderungan materialistik, ketimbang ideal-moralistik. Besar kemungkinan banyak kita jumpai orang tua murid lebih takut jika kelak anaknya tidak mendapat pekerjaan yang pantas, daripada lebih takut anaknya akan menjadi seorang koruptor. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan memang perlu memperhatikan supplay and demand. Akan tetapi, pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat dari dunia pendidikan seharusnya tidak lalu mengorbankan idealisme pendidikan untuk mewadahi proses pemanusiaan manusia (humanizing human) dan proses pembudayaan masyarakat.

Di tengah persinggungan kepentingan semacam itulah, institusi pendidikan Islam sangat berpotensi mampu memenuhi tuntutan masyarakat modern di era global, sekaligus menjadi mercusuar dalam penguatan nilai-nilai dan moralitas agama. Memang, memasuki abad ke-20 terjadi transformasi besar-besaran di tubuh pendidikan Islam di Indonesia. Meski tidak sepenuhnya meninggalkan pola pendidikan tradisional ala pesantren, tetapi modernisasi di tubuh pesantren telah banyak mengubah rasa pesantren menjadi sekolah umum dengan sebutan madrasah. Nurcholish Madjid (alm.), Abdurrahman Wahid (alm.), Karel Steenbrink, Zamachsyari Dhofier, dan Azyumardi Azra adalah sebagian penulis yang cukup berhasil memotret proses modernisasi yang terjadi di tubuh pesantren hingga kemudian terlahir pola pendidikan Islam dalam bentuk madrasah. Transformasi kelembagaan di tubuh pesantren dalam banyak aspek kependidikan memang membawa semangat pembaharuan yang positif, terutama dengan semakin terbukanya paradigma kalangan pesantren dalam menangkap semangat zaman (zeitgeist). Ini tentu saja menjadi momentum bagi umat Islam untuk belajar disiplin ilmu di luar bidang-bidang keagamaan yang selama ini menjadi satu-satunya terjemahan dari "tholabu al-`ilmi faridhatun..." (kewajiban menuntut ilmu) yang dipahami wajib (fardlu `ayn). Sementara pemahaman dan kemampuan pada disiplin di luarnya dipandang fardlu kifayah, bahkan boleh jadi sunnah.

Belakangan, diskusi soal eksistensi pendidikan Islam tidak lagi berkutat pada aspek substantif-akademik, melainkan semakin mengkerucut pada aspek formatif-institusional. Hal ini mengingat keberadaan pendidikan Islam dalam berbagai pola dan bentuknya sudah diakomodasi dalam sistem pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Namun demikian, dalam situasi di mana terjadi peleburan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, tentu kita harus tetap memperkuat semangat dan cita-cita awal untuk membentengi masyarakat muslim dengan nilai-nilai dan moralitas agama. Jangan sampai tuntutan dunia kerja dan profesional menjadi satu-satunya tujuan dari penyelenggaraan pendidikan, tetapi pada saat yang bersamaan melupakan peran pendidikan dalam melakukan transmisi nilai-nilai agama dan budaya bangsa.

Revitalisasi Pendidikan Islam

Secara kualitas, tuntutan masyarakat di era globalisasi terhadap institusi pendidikan Islam tidak berbeda dengan yang dihadapi institusi pendidikan di Indonesia pada umumnya, mengingat semakin tingginya tingkat kompetisi bagi lulusan di dunia kerja. Namun, ruang lingkup pendidikan Islam yang luas, di mana penyelenggaraannya di madrasah, sekolah umum, dan secara tradisional di pesantren dan majelis taklim, secara kependidikan berpotensi semakin baik. Hal ini mengingat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology) dalam dunia pendidikan sangat membantu dalam meningkatkan layanan pendidikan yang prima, baik secara administratif maupun akademik.

Sementara itu, diversifikasi pendidikan Islam yang ditandai dengan penguatan pada disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial (human and social sciences), dan ilmu-ilmu alam (natural sciences) semakin membuktikan kesetaraan institusi pendidikan Islam dengan sekolah umum. Meskipun memang secara mendasar lokus pendidikan Islam terletak pada pendidikan agama dan keagamaan. Justru dengan demikian secara keilmuan lulusan dari lembaga pendidikan Islam diharapkan memiliki nilai lebih (added value) bahkan keunggulan komparatif (comparative advantage), berupa wawasan dan pengetahuan keislaman yang relatif lebih baik.

Harapan untuk memiliki nilai lebih bagi institusi pendidikan Islam tentu bukan persoalan mudah. Ada sejumlah persyaratan yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk mencapai target itu. Dari segi kurikulum, misalnya, kita tidak mungkin menjadikan lembaga pendidikan Islam mampu melahirkan lulusan yang ideal, ketika struktur kurikulum tidak memberi ruang yang cukup bagi penguatan bidang-bidang umum secara spesifik dan intensif; dan begitupun sebaliknya. Pada tingkat madrasah dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), pemenuhan kurikulum secara nasional perlu diekstensifikasi dengan bidang-bidang keislaman dan kemampuan bahasa asing. Hal ini tidak memungkinkan jika pembelajaran dilakukan tanpa terintegrasi dengan pola pesantren (islamic boarding school). Dengan pola pendidikan berasrama, penguatan bidang-bidang profesional dapat dilakukan secara simultan dengan penguatan pada bidang-bidang keislaman dan pendidikan karakter (akhlak al-karimah). Selain itu, interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan pengelola asrama memungkinkan terciptanya pembiasaan dalam penggunaan bahasa asing, semangat kemandirian, kultur akademik yang kompetitif, bahkan yang tak kalah penting adalah aspek keteladanan pengamalan ajaran agama.

Inovasi dan pembaharuan juga diperlukan dalam pola pengelolaan pendidikan Islam. Sebab, dalam masyarakat global saat ini, institusi pendidikan Islam dituntut memiliki kinerja yang produktif, efektif, transparan, dan akuntabel. Di pihak lain, penerapan tata kelola yang bersih dan baik (clean and good governance) merupakan imbas positif dari demokratisasi pada level pemerintahan yang kemudian menjadi tuntutan di semua level organisasi, termasuk pada tingkat lembaga pendidikan. Sebab, secara tidak langsung, baik atau buruknya pengelolaan pendidikan akan berdampak pada layanan terhadap peserta didik di semua jenjang pendidikan.

Alhasil, pendidikan Islam di semua jenis, jenjang, bentuk, dan pola penyelenggaraannya perlu lebih diperkuat lagi peranannya; pertama, dari aspek keilmuan perlu dilakukan diferensiasi yang lebih spesifik antara orientasi pengembangan akademik dan orientasi keterampilan hidup (lifeskill). Kedua, dalam kapasitasnya sebagai transmitter ajaran dan nilai-nilai keislaman dapat dimulai dengan pembudayaan dan peneladanan pengamalan ajaran Islam pada level institusional (sekolah dan madrasah). Dengan penguatan pada dua peran penting pendidikan Islam tersebut, pembangunan masyarakat relijius dikonstruksi secara sistemik, dengan tidak saja atas partisipasi dan kesadaran dari masyarakat sendiri, tapi juga ada upaya-upaya fasilitasi dari negara melalui Kementerian Agama sebagai regulator penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia. Wallahu a`lam

Teori Perkembangan Manusia

Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

1.Teori Nativisme
Pelopor teori ini adalah Athur Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.
2.Teori empirisme
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan dituliskan.
Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalh termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Teori ini dipolopori oleh Jhon Locke.
3.Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.
Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan. Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan. Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah.
Untuk faktor lingkungan yang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.